1076. Pilar Kebangsaan vs Pilar Rejim

1/31/20232 min read

Negarawan adalah yang lihai dalam soal ‘pilar kebangsaan’ dan ‘pilar rejim’. Tak terpisahkan. Pilar-pilar rejim bisa bermacam bentuknya, tergantung imajinasi soal rejimnya. Rejim monarki-tirani, pilar-pilar penyangga utamanya akan berbeda dengan rejim demokrasi, misalnya. Tetapi pada dasarnya pilar-pilar rejim itu adalah soal ‘mengendalikan yang banyak’. Rejim monarki misalnya, jika hanya mengandalkan pilar ‘sihir’ sang-raja ia kemungkinan hanya akan bertahan sebentar saja, maka ia perlu pilar lain, kaum bangsawan komplit dengan serdadunya misalnya. Rejim demokrasi, suka atau tidak, partai politik adalah salah satu pilar utamanya. Soal ‘mengendalikan yang banyak’, sejarah menunjukkan kita bahwa itu adalah juga soal ‘distribusi kekuasaan’. Maka si-‘kratos’ itu kemudian mendistribusikan kuasa pada si-mono, si-aristo, atau si-demos. Dalam rejim demokrasi, khalayak akan merasakan bagaimana kuasa itu juga didistribusikan padanya, terlebih jika partai politik itu mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Atau ia punya hak untuk turun ke jalan. Atau dalam bentuk lainnya, paling tidak saat pemilihan umum. Bagaimana jika ranahnya adalah rejim demokrasi tetapi imajinasi yang berkembang adalah rejim monarki? Bahkan selangkah lagi, tirani? Kira-kira apa pilarnya?

Pada jaman old, jalur A, B, dan G adalah soal perekrutan ‘kaum bangsawan’, karena partai politik memang sudah ‘disederhanakan’ secara total. Jadi memang sejak awal adalah soal ‘pemusatan kuasa’ pada si-mono. Bagaimana kuasa semacam itu bisa ‘bermanfaat’ bagi khalayak saat itu kemudian banyak dipengaruhi oleh si-aristo, ‘yang terpilih’ karena ‘keistimewaannya’. Terutama karena ‘keistimewaan’ yang kemudian kita sebut sebagai ‘teknokrat’ itu. Kaum ‘teknokrat’ yang memilih berpihak pada khalayak, perlahan tapi pasti akan disingkirkan. Kaum ‘teknokrat’ yang dipilih dan mau memihak kuasa direkrut. Suka-atau-tidak, golongan si-aristo model ‘teknokrat-rekrutan’ ini bisa juga menjadi penyeimbang bagi potensi ugal-ugalannya si-mono, ‘dari dalam’. Tentu ini tidak akan lepas juga dari bermacam 'bias'.

Bagi kaum ‘teknokrat’ imajinasi sesuai dengan ilmu-nya adalah ‘kemajuan’ melalui ‘pembangunan’. Tetapi bagi modal internasional yang saat itu –dekade 1970-an, sedang haus-hausnya pasar baru, peningkatan daya-beli adalah yang terpenting. Maka ada semacam ‘simbiosis-mutualisme’. Pendekatan trickle-down-effect diam-diam menyelusup menjadi keyakinan baru. Sebetulnya tak jauh dari China sekarang, soal bagaimana meningkatkan daya beli, dan itu akan menjadi sumber bargaining baru dalam dunia kapitalisme. China mulai terutama dalam komunitas di daerah pesisir. Yang menjadi masalah, modal akan banyak tutup mata –terutama jika ‘diam’ semua, soal dari mana asal ‘daya-beli’ itu. Jaman old, sinyalir ‘moderat’ bahwa 30% bantuan/hutang Bank Dunia digangsir entah kemana, tetapi gangsiran itu paling tidak membuat ‘daya-beli’ penggangsir dan sekitarnya meningkat tajam. Dan kebanyakan tidak kemudian menetes ke bawah karena sebagian besarnya untuk konsumsi luxury goods, terutama dari luaran. Belum lagi soal perampasan sumber daya alam. Maka memberantas korupsi dan sejenisnya itu, janganlah berharap bantuan dari luar. Apalagi si-aristo itu kemudian bukan terpilih karena istimewa di bidangnya, tetapi terpilih semata karena loyalitas-nya. Spoils system habis-habisan. Dan akibatnya, kompetensi harus minggir dulu, dan yang lebih parah akhirnya korupsi (kolusi, nepotisme) menjadi salah satu pilar tegaknya rejim! Loyalitas kemudian mmenjadi tidak murah, dan ‘lapak-lapak-basah’-pun kemudian dibagi, dipersilahkan untuk dikorupsi. Atau juga menarik upeti dari bawah-bawah-nya. Atau dipersilahkan memburu-rente secara ugal-ugalan. Kong-ka-li-kong, pat-gu-li-pat. Tak jauh dari jaman old, terutama mulai di dua-pertiga akhir. Sama sekali tidak ada kehormatan lagi. Eksploiatasi the ‘It’ yang seakan tiada ujung, dan menenggelamkan berkembangnya the ‘I’ dan the ‘Over-I” itu.[1] *** (29-01-2023)

[1] https://pergerakankebangsaan.org/1075-saat-kekuatan-uang-mengelola-res-publika